
TENTANG KABUYUTAN ADAT NABAWADATALA


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan ini, kami tidak hanya memperkenalkan, tetapi menyerukan pentingnya menjaga Kabuyutan Nabawadatala sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) yang harus tetap hidup. Warisan ini adalah jiwa bangsa yang terancam. Jika tidak kita rawat dan wariskan sekarang, maka bersiaplah, esok atau lusa Nabawadatala hanya akan menjadi sebuah cerita atau dongeng yang hilang ditelan zaman.
"Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Namo Buddhaya, Om Swastiastu, Rahayu.
Untuk itulah, Pendidikan Adat Nabawadatala Raksa Jasad hadir. Ini adalah upaya nyata dalam pewarisan aktif. Kami menciptakan ruang belajar holistik yang menanamkan kesadaran spiritual, ekologi, dan sosial, melahirkan generasi yang bijak dalam bertindak, luhur dalam budi pekerti, dan tangguh.
Kami percaya, melalui pendidikan adat ini, kita memperkuat jati diri dan menjamin keberlanjutan. Melestarikan adat dan budaya bukan hanya tugas para leluhur, tetapi kewajiban kita semua untuk mempertahankan realitas Nabawadatala. Mari bersama-sama pastikan warisan ini abadi.
Hatur nuhun. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Om Shanti Shanti Shanti Om, Rahayu. Hormat kami"
- Buya Agus Muslim, Ketua Pemangku Adat Kabuyutan Nabawadatala
Seruan Adat & Warisan Nabawadatala
Melacak Jejak Raksa Jasad: Warisan dari Tarumanagara hingga Sumedang Larang
Sejarah Nabawadatala adalah narasi panjang tentang sinkretisme kearifan spiritual Nusantara.
Berawal dari petilasan seorang panglima Kerajaan Tarumanagara di abad ke 6, tempat ini berkembang menjadi pusat spiritual yang unik.
Warisan tulisan intinya, Kitab Nabawadatala, lahir dari penyatuan ajaran lokal Sunda dan Kitab Hayatul Fattah dari seorang musafir pada tahun 641 M, menjadikannya salah satu warisan tertulis tertua di Jawa Barat.


LINIMASA WARISAN NABAWADATALA
570 M : Akar Pertama
Resi Brata Dewa, mantan Panglima Tarumanagara, memulai pengajaran Sapta Daya Ing Raga Sampurna di Citengah Girang.
Jejak Sejarah: Dari Kerajaan Tarumanagara hingga Pengakuan WBTb Modern
641 M : Lahirnya Nabawadatala
Penyatuan ajaran Resi Brata Dewa dengan Kitab Hayatul Fattah oleh Maulana Malik Ibrahim, menghasilkan Kitab Nabawadatala.
721 M - 778 M : Institusionalisasi
Eyang Prabu Adji Putih & Prabu Tajimalela merevisi aturan kitab menjadi Elmu Kasumedangan (Insun Medal Insun Madangan), yang menjadi pegangan raja-raja Sumedang Larang.
1791 : Transmisi
Pangeran Kornel menitipkan Kitab Nabawadatala (Raksa Jasad) kepada Buyut Eleng, memulai jalur pewarisan tabib Kerajaan Sumedang Larang.
1997 : Revitalisasi Modern
Agus Muslim mulai mengajarkan & mengamalkan ilmu leluhur ini secara terbuka, memastikan pelestarian tradisi.
2023 : Pengakuan Resmi
Penetapan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Provinsi Jawa Barat & Pengesahan Nabawadatala Living Museum (NPNM).
SAPTA DAYA ING RAGA SAMPURNA
SOROTKEUN DIRI DINA RASA
ATUR DEDEG PANGADEG
MAWA LENGKAH KU PANGAWASA
AMAN TINA TILU KAAYAAN
PANGLIPUR KALBU PANGBEBERAH RASA
TETEKON DIBAWA KANU LALAKON
ATUR WAKTU, HASIL LAN BUKTI
Ajaran Resi Brata Dewa yang meliputi 7 poin Samapta


SAPTA PANGRIKSA WALUYA
JAGA HATE KU SUMANGET ANU GEDE
JAGA SORA KU WIRAHWA
AGA BASA KU TATA KRAMA
JAGA GERAK KU RENCANA
JAGA ARAH KU GOTRA SAWALA
JAGA DIRI SUPAYA TEU INGKAR JANJI
RIKSA SAKABEHNA KU PIWURUK ANU MAHA WERUH
Inti Kitab Hayatul Fattah yang disatukan, meliputi 7 hal:



